Ketika menikah, seorang wanita dan seorang pria semestinya telah paham yang nanti bakal dialami dan dilalui mereka pasca pernikahan. Meski belum tentu akan siap dengan segala konsekuensinya. Menikah berarti bersedia membagi sebagian kehidupannya dengan orang lain, yakni suami atau istrinya. Bersedia saling dibebani dan membebani. Bersedia saling meminta dan diminta. Bersedia disayang dan menyayangi. Bersedia dicintai dan mencintai.
Karena pernikahan bukanlah milik
suami saja, atau istri saja. Pernikahan adalah milik kita, suami dan istri.
Berdua. Maka apapun yang dilakukan suami pasti ada kaitannya dengan istri.
Apapun yang dihadapi suami, itulah yang dihadapi istri. Begitupun sebaliknya.
Kedewasaan berpikir dan bertindak
tentu saja mutlak harus dimiliki oleh sepasang suami istri. Kedewasaan berpikir
tercermin oleh cara seseorang menyelesaikan suatu persoalan. Sedang kedewasaan
bertindak terlihat dari tanggung jawab seseorang dalam memikul amanah.
Dengan menikah, mungkin kebebasan
kita untuk bergaul dengan teman-teman sepermainan akan berkurang. Waktu untuk
melakukan hobi dan kesenangan juga tidak akan sebanyak dahulu saat sebelum
menikah. Semua waktu dan tenaga tentu akan lebih banyak tercurah untuk
keluarga. Apalagi saat sudah memiliki bayi. Seolah semua waktu tercurah hanya
untuk mengurus bayi. Dan sedikit sekali yang tersisa untuk diri sendiri.
Inilah sedikit dari potret kehidupan
pasca menikah. Seringkali ketika belum menikah, orang mudah untuk menyatakan
kesiapan berumah tangga. Akan tetapi banyak yang malah mendadak tak siap ketika
dihadapkan dengan kenyataan hidup pasca menikah. Bahkan lidah seolah kelu untuk
berkata dan kaki serasa lumpuh untuk berjalan, karena sedemikian beratnya dalam
menjalani lika-liku pernikahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar