Islam memandang bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang luhur dan sakral, bernilai ibadah kepada Allah, mengikuti sunnah Rasulullah SAW dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggung jawab, dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang harus diindahkan. Untuk itu, dibutuhkan nasehat pernikahan untuk penganti baru.
Apabila segala sesuatu ketika dimengerti dan difahami maka
kita akan bisa bersikap dengan baik dan benar. Banyak contoh dalam rumah-tangga
sebab tujuannya kurang benar, apalagi disertai kurangnya pemahaman tentang
hakikat manusia dengan macam-macam karakternya, maka ketika ada problem dalam
rumah tangga akhirnya mengalami kehancuran (perceraian).
Menata Niat
Kuncinya di awal adalah niat ibadah, selain itu, tidak ada
lagi. Dan yang paling penting kita wajib tahu bahwa sisi dari diri kita adalah
manusia. Sadar betul, bahwa pasangan kita ini adalah manusia –dengan segala
kekuranganya–, bukan malaikat.
Memahami Perbedaan Karakter Laki-laki dan Perempuan
Mengutip pendapat keterangan dokter, bahwa tipe laki-laki
dan perempuan itu berbeda, khusus karakternya. Mereka diciptakan dari
konstruknya saja berbeda, misalnya otaknya. Laki-laki, otaknya seakan seperti
berada dalam kompartemen-kompartemen atau ruang-ruang, sehingga ketika
konsentrasi dalam satu hal maka ia sulit untuk berpikir ke hal yang lain.
Berbeda dengan perempuan, ia bebas memikirkan perkara yang
lain, tanpa ada kompartemen itu. Korpus kalosum masa yang ada di garis tengah
yang menghubungkan antara otak kanan-kiri manusia, laki-laki dengan perempuan
itu berbeda.
Perempuan, korpus kalosumnya mengandung 200-250 juta serabut
urat lebih tebal 30% dibanding laki-laki yang menyambungkan serabut otak kanan
dan kiri, maka ketika laki-laki konsentrasi dalam satu hal ia tidak bisa
diganggu gugat.
Jika dalam rumah tangga tidak didasari suatu pemahaman
antara suami-istri, khawatir ketika seorang perempuan tidak sabar dengan
karakter laki-laki semacam itu, maka istri akan cenderung suka ngomel-ngomel.
Maka, atas dasar diciptakannya perbedaan laki-laki dan
perempuan tersebut, begitu juga korpus kalosumnya perempuan 30% lebih tebal
dibanding laki-laki. Oleh karena itu, perempuan dapat merangkap segala kerjaan
atau kegiatan.
Misalnya, ketika seorang istri sedang memasak dengan dua
kompor gas sekaligus, masing-masing isi tungku ada 2, berarti jumlahnya 4
tungku. Tungku pertama digunakan untuk masak nasi, tungku kedua dipakai masak
sayur, tungku ketiga dipakai goreng ikan, dan tungku keempat dipakai goreng
bumbu sambal.
Dengan mengerjakan ke empat tungku tersebut, seorang istri
masih bisa memperhatikan atau mengawasi anaknya yang sedang bermain. Bahkan,
seorang istri juga masih sanggup menerima telefon meskipun ia sedang memasak.
Sementara kemampuan otak bicara laki-laki hanya di otak
bagian kiri, sedangkan kemampuan otak bicara perempuan ada di sebelah kiri juga
sebelah kanan bagian depan. Maka, kemampuan bicara laki-laki dalam sehari,
katanya, yang pandai bicara atau cerewet hanya 7000, yang tidak cerewet hanya
5000.
Berbeda dengan perempuan, yang cerewet 20.000 sedangkan yang
tidak cerewet 16.000. Jauh sekali, bukan? Maka dengan demikian, cerewetnya
perempuan adalah anugerah. Perempuan tidak ingin dimaklumi, tetapi dari perkara
itu semua laki-laki harus dapat mengambil hikmahnya. Dalam QS. Ali ‘Imran [3]:
191 dijelaskan:
رَبَّنَا
مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًا
“Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia.”
Semua ada tujuan dan hikmahnya, termasuk sifat cerewetnya
perempuan. Begitu juga keadaan laki-laki yang seperti itu adalah ujian, juga
perempuan yang cerewet seperti demikian juga sebagai ujian. Maka ujian yang
lulus adalah cerewet yang membangun, bukan cerewet yang mujair.
Apa itu cerewet mujair? Suami yang rajin memberi nafkah
tetap saja perempuan menuntut yang lebih dengan mengukur atau
membanding-bandingkan dengan kondisi tetangga yang lebih mampu memberikan yang
lebih banyak.
Laki-laki harus Bekerja
Sebagai laki-laki (suami) maka bekerjalah. Alasan kenapa
laki-laki harus bekerja? Bekerja adalah pelampiasan rasa syukur atas karunia
Allah. Dalam QS. Al-Naba’ [34]: 13 disebutkan;
اعْمَلُوا آلَ دَاوُدَ شُكْرًا
وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada
Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-ku yang berterima kasih.”
Jadi, orang yang bersyukur salah satunya adalah dengan
bekerja, bekerja itu berproses dalam upaya menjemput rizki. Apabila tercapai
hasil usahanya, maka itu ada hubungannya dengan taqdir, karena berkaitan dengan
ada usaha kerasnya itu.
Apabila kurang puas dengan hasilnya, maka ada keharusan
untuk qana’ah yakni ‘suatu sikap rela menerima dan selalu merasa cukup dari
semua usaha yang sudah dilakukan serta menjauhkan diri dari rasa yang tidak
puas’.
Membangun Sikap Toleransi
Paling penting, yang perlu difahami dan dilakukan bahwasa
hidup dengan orang lain adalah dapat menjaga diri yaitu sikap toleransi
(akhlaq); baik dengan suami atau istri, mertua, kakak-adik ipar, tetangga, dan
lain sebagainya yang jelas-jelas memiliki karakter berbeda-beda.
Maka, hal ini harus bisa dilakukan oleh semua pihak untuk
menjaga toleransi, bukan hanya dilakukan oleh pengantin (menantu) saja. Ketika
seorang tidak dapat menjaga toleransi ini maka ibarat bumi yang lebar terasa
sempit. Seperti dalam lirik yang dibawakan oleh Nisa Sabyan dengan judul Deen
Assalam;
كَلَّ هَذِى
الاَرْضِ مَاتَكْفِيْ مَسَاحَةْ ¤ لَوْ نَعِيْشِ بِلَاسَمَاحَةْ
وَانْ تَعَا
يَشْنَا بِحَبْ ¤ لَوْ تَضِيْقِ الاَرْضِ نَسْكَنْ كَلَّ قَلْبْ
***
اَبْتَحِيَةْ
وَبْسَلَامْ ¤ اَنْشُرُوْا اَحْلَى الْكَلَامْزَيْنُوْا الدِّنْيَا حْتِرَامْ
اَبْمَحَبَّةْ
وَابْتِسَامْ ¤ ااَنْشُرُوْا بَيْنِ الاَنَامْهَذَا هُوْا ديْنَ السَّلَامْ
Maksudnya, bumi ini tidak cukup luas, andai kita hidup tanpa
toleransi. Padahal, andai kita hidup dengan toleransi (perasaan cinta), yakni
saling menghargai tidak peduli tua dan muda. Meski bumi sempit, maka hidup kita
akan terasa luas. Jika buminya luas, tapi kita hidup tidak dipenuhi dengan
akhlaq yang baik, maka bumi (rumah) yang luas (megah) itu seperti kita hidup di
atas bara api. Sebaliknya, jika kita hidup dipenuhi dengan cinta kasih,
menghormat orang lain, walaupun rumah sesempit apapun maka rasanya nikmat, atau
seakan bumi luas.
Saling Berbicara dengan Bahasa yang Halus dan Santun
Setiap kali berbicara maka ucapkanlah yang baik. Bagi
seorang istri diharapkan berbahasa “jawa-krama” yang halus terhadap suaminya.
Sebab, hormatnya seorang istri terhadap suami akan tetap terjaga. Andaikata
cekcok mulut antara suami-istri, maka akan dipastikan sulit mencari bahasa yang
kasar ketika mamakai bahasa “jawa-krama” (bagi orang jawa). Kenapa perlu
berbahasa yang sopan terhadap suami? Syukur-syukur suami juga berbahasa halus
dan sopan juga terhadap istrinya.
Dengan demikian, dapat dipastikan anaknya pun akan terbiasa
menggunakan bahasa yang halus dan sopan, serta lebih hormat kepada
orang-tuanya. Jika hal ini diterapkan dalam suatu keluarga, baik istri terhadap
suami, sebaliknya, suami terhadap istri sama-sama saling menghormati. Maka,
hadzahu din assalam ‘inilah agama perdamaian’. Selain itu, Suami-istri harus
menanamkan rasa cinta dan senyuman.
Hirarki Penghormatan antara Suami-Istri
Terakhir, dalam aturan agama. Hirarki penghormatan dan
ketaatan laki-laki dan perempuan itu berbeda. Bagi perempuan, ketika masih
dalam asuhan orang-tuanya, kewajiban taat dan hormatnya kepada orang tua
(setelah Allah dan rasul-Nya).
Tetapi, ketika perempuan sudah menikah, ia harus
mendahulukan ketaatannya kepada suami; baru kemudian orang-tuanya. Tapi beda
dengan laki-laki, meskipun sudah menikah, pertama yang tetap dihormati dan
ditaati adalah orang tuanya sendiri, terutama ibu (setelah Allah dan
rasul-Nya).
Dengan demikian, orang-tua yang bijak harus bisa mengajarkan
hal ini (mendahulukan suami daripada orang-tua) kepada putrinya, terutama
ketika putrinya telah menikah.
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar