Filosofi Janur Kuning, Kembar Mayang dan Pohon Pisang dalam Pernikahan Adat Jawa



Filosofi Janur

Kata janur berasal dari bahasa Arab yang artinya cahaya dari surga, sedangkan kata kuning diambil dari bahasa Jawa yang berarti  suci. Janur kuning sendiri merupakan daun muda dari beberapa jenis tumbuhan palma besar, terutama kelapa, enau, dan rumbia yang biasanya dirangkai menjadi untaian menjulang keatas menyerupai umbul-umbul. Namun belakangan janur kuning dikreasikan menjadi aneka bentuk rangkaian seperti bunga tangan dan perhiasan.

Dalam tradisi Jawa, janur yang dianggap sebagai simbol kebahagiaan ini diolah menjadi beragam bentuk dan fungsi. Dalam tradisi perkawinan adat Jawa, janur dirangkai menjadi kembar mayang yang dipajang di pelaminan. Kreasi itu menyimbolkan penyatuan dua individu dalam wadah rumah tangga; sementara warna keputihan pada janur diharapkan menjadi doa agar cinta dan kasih sayang di antara mempelai dapat selalu muda laksana janur.

Dalam tradisi Jawa, janur kuning ini mempunyai filosofi yang sarat akan makna. Di mana secara linguistik terdiri dari kata ‘jan’ yang merupakan kependekan dari Jannah atau surga. ‘Nur’ juga diambil dari Bahasa Arab yang memiliki arti cahaya. Bisa juga kata ‘jan’ berasal dari Bahasa Jawa ‘jalaran’ yang artinya ‘dari penyebab’ dan kata ‘nur’ berasal dari Bahasa Arab yang artinya cahaya, sehingga jika digabung bermakna ‘hal-hal yang menjadi akibat dari adanya cahaya.’

Jadi adanya janur kuning dimaksudkan agar pengantin mengingat akan Tuhan yang Maha Suci dan pemilik surga. Selain itu, bisa juga dimaknai sebagai ikatan yang suci dan diharapkan dapat menjadi penerang rumah tangga agar berjalan indah sembari berdoa agar mendapat manfaat dari cahaya atau petunjuk Tuhan Yang Maha Esa.

 

Kembar Mayang

Kembar Mayang atau biasa disebut sebagai Mayang Sari atau Gagar Mayang. Janur kuning pernikahan jenis ini biasa dipajang di pelaminan dalam tradisi pernikahan adat Jawa, yakni dalam upacara bertemunya mempelai laki-laki dan mempelai perempuan di kediaman sang mempelai perempuan.Terdapat beberapa bagian dalam Kembar Mayang, yakni tatakan, awak, dan mahkota yang tersusun dari janur serta daun-daunan yang dirangkai dengan bunga potro menggolo dan bunga pudak.

Terbuat dari rangkaian janur, debog atau batang pohon pisang, beberapa buah dan kembang panca warna. Dibuat sejak acara midodareni dan berukuran satu meter. Biasanya akan dibawa oleh pria dan wanita disertai sepasang sengkir gading.

Terdapat empat janur yang terdapat dalam kembar mayang. Dirangkai dan dianyam menyerupai bentuk keris dan memiliki makna melindungi dari marabahaya dan berhati-hati dalam mengarungi kehidupan pernikahan.

Serta janur yang berbentuk belalang agar terhindar dari halangan yang menimpa, bentuk payung sebagai bentuk pengayoman dan bentuk burung melambangkan merpati yang selalu setia.

Ada banyak makna lain yang terkandung dalam prosesi Kembar Mayang, di antaranya 'kembar' atau 'podho' dalam bahasa Jawa yang berarti 'sama' dan Mayang atau 'ati' yang diartikan sebagai 'hati' dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, Kembar Mayang merupakan simbol penyatuan dua hati yang berbeda menjadi sama dengan tujuan yang sama pula.

 

Pohon Pisang

Pohon pisang memiliki makna istimewa dalam pernikahan, yakni sebagai lambang kesetiaan.

Dalam konteks pernikahan, pohon pisang melambangkan kesetiaan dan harapan untuk kehidupan yang langgeng. Pohon pisang hanya berbuah sekali seumur hidupnya, setelah itu ia mati. Hal ini menjadi simbol dari komitmen seumur hidup dalam pernikahan, dimana sepasang suami istri diharapkan untuk bersama hingga akhir hayat, sebagaimana pohon pisang yang hanya berbuah sekali.

Selain itu, pohon pisang juga melambangkan kesuburan dan kelimpahan. Dalam adat Jawa, pisang raja sering digunakan saat acara lamaran dan pernikahan. Saat lamaran, pisang raja yang digunakan adalah setangkap atau dua sisir dengan dilengkapi buah hambe dan sirih, yang melambangkan kesuburan dan harapan untuk memiliki keturunan.

Pohon pisang juga mengajarkan tentang siklus kehidupan dan kematian. Setelah berbuah, pohon pisang akan mati, namun dari akarnya akan tumbuh tunas baru yang akan menjadi pohon pisang berikutnya. Ini mengajarkan kita tentang pentingnya regenerasi dan kelanjutan kehidupan, serta pentingnya memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi generasi berikutnya.

Pohon pisang tidak hanya penting dalam upacara adat tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa. Setiap bagian dari pohon pisang memiliki manfaat, mulai dari akar, batang, daun, hingga buahnya. Ini mengajarkan kita tentang pentingnya memanfaatkan sumber daya yang ada dengan bijak dan tidak membuang-buang apa yang telah diberikan alam kepada kita.

Meskipun pohon pisang memiliki makna yang mendalam dalam tradisi Jawa, maknanya juga mengalami perubahan seiring dengan berjalannya waktu. Misalnya, penanaman pohon pisang di depan rumah pengantin baru kini sering kali menjadi pertanda bahwa ada pesta besar yang akan diadakan, seperti pemotongan hewan kurban.

Pohon pisang adalah lebih dari sekadar tanaman. Ia adalah simbol dari filosofi hidup, kesetiaan, kesuburan, dan siklus kehidupan yang menjadi bagian penting dari adat Jawa. Melalui pohon pisang, kita diajarkan untuk menghargai komitmen, memanfaatkan sumber daya dengan bijak, dan selalu memikirkan kelanjutan kehidupan. Pohon pisang tidak hanya memberikan buah yang lezat tetapi juga pelajaran hidup yang berharga bagi masyarakat Jawa.

Beragama dan Berbudaya

Bismillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar