Terkadang menikah kekhawatiran
tersendiri bagi calon pasangan suami istri. Terlebih bagi seorang calon suami, ia
masih merasa khawatir dan ragu terkait apakah ia mampu memperoleh rezeki yang
cukup bagi keluarganya setelah menikah.
Ini wajar, apalagi untuk yang
belum memiliki pengetahun dalam hal perintah Allah seputar pernikahan. Banyak
yang masih ragu apakah mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari anak istrinya
kelak.
Namun, Allah Ta’ala berjanji
untuk mencukupkan mereka yang menikah.
Ayat yang bisa menjadi renungan
adalah firman Allah Ta’ala,
وَأَنكِحُوا اْلأَيَامَى
مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ
اللهُ مِن فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang
sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari
hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika
mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha
luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur: 32).
Dari ayat di atas, Ibnu Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu berkata,
التمسوا الغنى في
النكاح
“Carilah kaya (hidup
berkecukupan) dengan menikah.” (Lihat
Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim mengenai tafsir ayat di atas).
Disebutkan pula dalam hadits bahwa
Allah Ta’ala akan senantiasa menolong orang yang ingin menjaga kesucian dirinya
melalui pernikahan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang tiga golongan yang pasti
mendapat pertolongan Allah. Di antaranya,
وَالنَّاكِحُ الَّذِي
يُرِيدُ الْعَفَافَ
“…
seorang yang menikah karena ingin menjaga kesuciannya.” (HR. An Nasai no. 3218,
At Tirmidzi no. 1655. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Ahmad bin Syu’aib Al Khurasani An
Nasai membawakan hadits tersebut dalam Bab “Pertolongan Allah Ta’ala bagi orang
yang nikah yang ingin menjaga kesucian dirinya”. Jika Allah Ta’ala telah
menjanjikan demikian, itu berarti pasti. Maka mengapa mesti ragu?
Allah Ta’ala memberi rizki tanpa
ada kesulitan dan sama sekali tidak terbebani. Ath Thohawi rahimahullah dalam
matan kitab aqidahnya berkata, “Allah Ta’ala itu Maha Pemberi Rizki dan sama
sekali tidak terbebani.” Seandainya semua makhluk meminta pada Allah, Dia akan
memberikan pada mereka dan itu sama sekali tidak akan mengurangi kerajaan-Nya
sedikit pun juga. Dalam hadits qudsi disebutkan, Allah Ta’ala berfirman,
يَا عِبَادِى لَوْ
أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِى صَعِيدٍ وَاحِدٍ
فَسَأَلُونِى فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا
عِنْدِى إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ
“Wahai hamba-Ku, seandainya
orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang belakangan serta semua jin dan
manusia berdiri di atas bukit untuk memohon kepada-Ku, kemudian masing-masing
Aku penuh permintaannya, maka hal itu tidak akan mengurangi kekuasaan yang ada
di sisi-Ku, melainkan hanya seperti benang yang menyerap air ketika dimasukkan
ke dalam lautan.” (HR. Muslim no. 2577, dari Abu Dzar Al Ghifari).
Mengenai hadits ini, Ibnu Rajab
rahimahullah berkata, “Hadits ini memotivasi setiap makhluk untuk meminta pada
Allah dan meminta segala kebutuhan pada-Nya.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 48)
Ayat di atas direspon dalam
beberapa hadits, seperti Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengutip salah satu hadits
riwayat dari Ibnu Mas’ud, sebagaimana berikut:
حدثنا أبو كريب،
قال: ثنا حسن أبو الحسن، وكان إسماعيل بن صبيح مولى هذا، قال: سمعت القاسم بن الوليد،
عن عبد الله بن مسعود، قال: التمسوا الغنى في النكاح، يقول الله: ( اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ
مِنْ فَضْلِهٖ (
“Menceritakan kepada kami Abu
Kuraib, menceritakan kepada kami Abu al-Hasan, saya mendengar Al-Qasim bin
Walid, dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: carilah kecukupan dalam nikah,
karena Allah Ta’ala telah berfirman; ’jika mereka miskin, Allah akan memampukan
mereka dengan karunianya’.”
Begitupun dalam hadits yang lain,
وقال ابن أبي حاتم
: حدثنا أبي ، حدثنا محمود بن خالد الأزرق، حدثنا عمر بن عبد الواحد، عن سعيد – يعني
: ابن عبد العزيز – قال: بلغني ان أبا بكر
الصديق، رضي الله عنه، قال: أطيعوا الله فيما أمركم به من النكاح، ينجر لكم ما وعدكم من الغني : قال : اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ
يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖ
“Berkata Ibnu Abi Hatim,
menceritakan kepada kami, ayahku, menceritakan kepada kami Mahmud bin Kholid Al-Azraq,
menceritakan kepada kami Umar bin Abdul Wahid, dari Sa’id (yakni) anak dari
Abdul Aziz, dia berkata: sampailah kabar kepadaku bahwa Abu Bakkar as-Shiddiq
berkata : taatlah kalian semua pada apa yang telah Allah perintahkan kepada
kalian, termasuk perintah menikah, Allah akan memberikan balasan kepada kalian
berupa al-ghina, sebagaimana firman-Nya: jika mereka miskin, maka Allah akan
mencukupi mereka dengan karunia-Nya.”
Penjelasan hadits diatas turut
memperkuat posisi dimana ketika seseorang menikah, maka ia akan mendapatkan
jaminan kecukupan rezeki. Namun bukan berarti setelah menikah esoknya pasangan
suami istri itu langsung memperoleh kelancaran dan kecukupan rezeki yang pada
umumnya identik dipahami sebagai perolehan rezeki dalam bentuk material. Inilah
yang perlu digarisbawahi agar tidak terjadi kekeliruan pemahaman.
Imam Abi Muhammad al-Hasan bin
Mas’ud dalam Tafsir Al-Baghawi menjelaskan;
(اِنْ
يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ) قيل : الغني ههنا القناعه
و قيل اجتماع الرزقين رزق الزوج ورزق الزوجة
“(Jika mereka miskin, maka Allah
akan mengkayakan mereka dengan karunia-Nya) dikatakan : kaya yang di maksud
disini adalah rasa qana’ah. Dan dikatakan pula bahwa kaya yang di maksud adalah
berkumpulnya antara dua rezeki, yaitu rezeki yang di peroleh dari suami, dan
rezeki yang diperoleh dari istri.”
Dari penjelasan beliau, kita
memperoleh pengertian, bahwa keluasan rezeki itu akan datang disebabkan karena
bersatunya antara suami dan istri yang bekerja sama dalam mencari nafkah kehidupan.
Lalu kemudian usaha tersebut dibarengi dengan sikap qana’ah, yakni rela dengan
hasil yang didapatkan baik dalam keadaan banyak maupun sedikit.
Imam al-Zabiidi memberikan empat
penafsiran terhadap kata يغنهم الله.
Pertama, Allah Ta’ala akan
menjadikan mereka kaya dengan memiliki sesuatu (يغنيهم بالأشياء).
Artinya setelah menikah orang tersebut akan mendapatkan anugerah berupa harta
benda, sehingga menjadi kaya secara materi. Penafsiran inilah yang biasa
dipahami secara umum tentang ayat di atas.
Kedua, Allah Ta’ala akan
menjadikan pasangan menjadi kaya dengan tidak membutuhkan atau tidak punya
keinginan memiliki sesuatu (يغنيهم عن الأشياء). Penafsiran kedua ini
bisa dimaknai dengan kekayaan itu bukan terletak pada apa yang dimiliki, tapi
pada apa yang dibutuhkan dan diinginkan. Semakin banyak hal yang tidak kita
butuhkan atau inginkan, maka pada dasarnya kita semakin kaya. Karena kita tidak
perlu mengejar untuk mendapatkan sesuatu tersebut.
Bisa jadi, ada orang yang
terlihat miskin, karena ia telalu banyak memiliki keinginan dan tidak mampu
membeli apa yang ia inginkan, walaupun sebenarnya hartanya banyak. Sebaliknya,
ada orang yang terlihat kaya, walaupun tidak memiliki banyak harta, karena ia
tidak memiliki banyak keinginan atau kebutuhan terhadap berbagai macam benda
tersebut, sehingga hidupnya menjadi cukup.
Penafsiran ketiga
adalah Allah akan menjadikan jiwanya
kaya dengan tidak menginginkan harta benda (يغني نفوسهم عن الأعراض).
Penafsiran ini lebih menekankan
pada aspek batin. Artinya kekayaan bukan terletak pada materi, tetapi pada jiwa
dan hati. Dalam hal ini miskin dan kaya menjadi sebuah persoalan mental.
Sering kali bisa dilihat dalam
kehidupan sehari-hari, orang yang terlihat kaya tetapi memiliki mental orang
tidak punya, sehingga terkadang mau merendahkan diri untuk mendapatkan sesuatu.
Sebaliknya ada orang yang terlihat miskin, tapi mental dan jiwanya seperti
orang kaya. Tetap menjaga kehormatan dirinya, tidak mau meminta-minta, dan
tetap bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup tanpa memandang dirinya
sebagai orang miskin.
Sedangkan penafsiran keempat
adalah Allah akan menjadikan kaya dengan
keyakinan (يغنيهم باليقين).
Dalam menjalani kehidupan
sehari-hari, khususnya dalam kehidupan rumah tangga, keyakinan adalah modal
sangat penting. Karena dalam menghadapi berbagai macam permasalahan rumah
tangga, seringkali merasa tidak mampu menghadapi problem itu. Tetapi jika
memiliki keyakinan kepada Allah SWT, Yang Maha Kuasa, Maha Berkehendak, dan
Maha Memberikan Pertolongan, maka permasalahan besar akan menjadi kecil. Dan
kita akan kuat menghadapinya. Kekuatan menghadapi permasalahan berasal dari
keyakinan yang ada di dalam hati. Karenanya, keyakinan adalah anugerah yang luar
biasa dari Allah kepada seorang hamba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar