10+ Perbedaan Antara Keris Jogja Dan Solo



Perbedaan Antara Keris Jogja Dan Solo

Perbedaan antara keris Jogja dan Solo dalam perkembangannya semakin jelas, beberapa pendapat mengemukakan bahwa :

  • Keris buatan Jogja merupakan keris yang mengadopsi gaya Mataram Senopaten dan Mataram Sultan Agung, oleh karenanya lebih sederhana pada hiasan warangka/sarungnya. Sedangkan keris Solo/Surakarta lebih condong pada gaya empu Brojoguno yang berasal dari Madura yang merupakan perpaduan antara gaya Madura-Singosari.
  • Pada dasarnya keris gaya Yogyakarta lebih ramping dan lebih kecil dibandingkan dengan keris dari Surakarta hal ini karena adopsi gaya Mataram yang lebih kental, sehingga bentuk dan hiasannya terlihat lebih kecil, ramping dan sederhana dibandingkan dengan gaya Surakarta.
  • Secara keseluruhan bagian ukuran keris Jogja relatif lebih kecil dibandingkan dengan keris gaya Solo dilihat dari ukiran (hulu keris), ganja, dan warangkanya. Kesan yang dihasilkan dari ukuran keris yang berbeda inilah yang membentuk image bahwa keris gaya Yogyakarta lebih terlihat sederhana dan tegas, sedangkan bentuk ukuran keris gaya Surakarta yang besar memberikan kesan lebih “penuh gaya”, pernes dan tenang-lembut.
  • Beberapa bagian dari keris maupun warangka antara gaya Yogyakarta dan Surakarta memiliki perbedaan. Pada bagian leng-lengan warangka, keris yang bergaya Yogyakarta memiliki leng-lengan yang lebih kecil dari gaya Surakarta.
  • Lalu pada bagian bentuk pendok gaya Yogyakarta lebih ramping dan lebih runcing ujungnya dibandingkan Surakarta. (Pendok adalah lapisan pelindung bagian gandar dari warangka keris. Biasanya lapisan ini terbuat dari logam perak, tembaga, kuningan atau emas).
  • Dalam hal penamaan bagian dari keris pun antara Jogja dan Solo berbeda, di Jogja hulu keris atau ukiran atau gagang biasa disebut sebagai deder sedangkan gaya Surakarta atau Solo menyebutnya Jejer. Deder atau jejer memiliki fungsi sebagai tempat memegang keris agar tidak melukai tangan pemakainya.
  • Jenis warangka antara gaya Jogja dan Solo juga memiliki perbedaan, di Yogyakarta menyebut warangka yang memiliki bentuk angkup sebagai warangka Branggah sedangkan Surakarta menyebutnya Ladrang.
  • Sedangkan bentuk angkup (Bentuk ujung bagian ganja yang membentuk lengkungan ke dalam) warangka ladrang dan branggah Yogyakarta-Surakarta juga berbeda, angkup Surakarta memiliki tingkat lengkungan yang lebih daripada angkup pada warangka gaya Yogyakarta yang cenderung lebih terbuka dan tidak membentuk bulatan.
  • Perbedaan juga terdapat pada hal penyebutan jenis pamor, pamor Satriya Pinayungan di Surakarta oleh ahli keris gaya Yogyakarta disebut sebagai pamor Satriya Kinayungan. Hal tersebut disertai pula adanya perbedaan dalam menilai pamor sebuah keris terutama pamor Satriya Pinayungan. Di Yogyakarta Pamor Satriya Kinayungan untuk menyebut pamor dengan gambaran berupa tiga bulatan yang berjajar melintang di pangkal bilah dan empat sampai lima bulatan membujur bilah. Sedangkan di Surakarta Pamor Satriya Pinayungan adalah sebutan untuk pamor dengan gambaran huruf V terbalik di pucuk dan sedikit Pamor Wos Wutah mengelompok di pangkal bilah.
  • Bentuk hulu keris antara Jogja dan Solo terlihat memiliki perbedaan, hulu keris Jogja cenderung lebih kecil dan mulai pada bagian Sirah Ageng, Batuk dan Jiling terlihat begitu melengkung dan membentuk bulatan yang lonjong. Pada hulu keris gaya Solo lebih terlihat besar dan bagian Sirah Ageng, Batuk dan Jilingnya lebih membentuk sudut dibandingkan dengan hulu keris Jogja.
  • Umumnya keris dengan gaya Surakarta lebih terlihat mewah dan menampilkan kesan glamour, menonjolkan kekuatan kekayaan dengan intan, permata, efek-efek kuning keemasan atau berbagai hiasan lain. Hal ini tidak terlepas dari adanya usaha untuk menampilkan kesan kemewahan dan dinamis gaya Surakarta karena hal demikian dapat ditemukan pula pada aktualisasi budaya gaya Surakarta. (Budaya Yogya adalah mengacu gaya klasik Mataram, statis dan sederhana)
  • Pada bagian-bagian tertentu keris diberikan suatu ukiran-ukiran dengan berbagai motif tertentu yang dalam etika perkerisan sesuai dengan berbagai faktor, misalnya dengan sifat-watak pemiliknya, bentuk hulu keris, bentuk ganja, motif pada warangkanya. Terdapat bermacam-macam nama atau jenis motif ukiran pada keris. Masing-masing memiliki maknanya sendiri dan dibuat berdasarkan berbagai faktor di atas. Pendok memiliki ukiran yang berbeda-beda motifnya. Motif ukiran yang biasa digunakan pada keris gaya Surakarta mengutamakan tema-tema tentang fauna sedangkan keris dengan gaya Yogyakarta mengangkat tema-tema flora.

 

Sumber:

PERBEDAAN AKTUALISASI BUDAYA KERAJAAN YOGYAKARTA DAN KERAJAAN SURAKARTA PASCA PALIHAN NAGARI//DAMASUS FERIX LOYS HERMAWAN/ Program Studi Pendidikan Sejarah/Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP UNIVERSITAS SANATA DHARMAYOGYAKARTA 2012

Bacaan :

Bambang Hasrinukusumo, Ensiklopedi Keris, Gramedia Putaka Utama, Jakarta, 2004, hlm. 362

Ragil Pamungkas, Mengenal Keris: Senjata “Magis” Masyarakat Jawa, Penerbit Narasi,

Yogyakarta, 2007, hlm 56

Haryono Haryoguritno, Keris Jawa Antara Mistik dan Nalar, Jakarta: PT Indonesia Kebanggaanku, 2006.

 

Semua informasi tentang perbedaan keris Jogja dan Solo yang disajikan dalam artikel ini didapatkan melalui sumber tersebut.

Namun, ada kemungkinan terdapat perbedaan pendapat atau sudut pandang lain yang tidak diakomodasi dalam artikel ini.

 


Beragama dan Berbudaya

Bismillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar