Fiony
Sukmasari dalam bukunya yang berjudul “Perkawinan Adat Minangkabau” memaparkan
ada beberapa syarat pernikahan adat Padang yang harus dipenuhi. Syarat itu
yakni kedua calon mempelai harus beragama Islam, kedua calon mempelai tidak
sedarah atau tidak berasal dari suku yang sama, kecuali pesukuan itu berasal
dari nagari atau luhak yang lain.
Kemudian,
kedua calon mempelai dapat saling menghormati dan menghargai orang tua dan
keluarga kedua belah pihak. Calon suami (marapulai) harus sudah mempunyai
sumber penghasilan untuk dapat menjamin kehidupan keluarganya.
Perkawinan
yang dilakukan tanpa memenuhi semua syarat tersebut dianggap perkawinan
sumbang, atau perkawinan yang tidak memenuhi syarat menurut adat Minang. Selain
itu, masih ada tata krama dan upacara adat dan ketentuan agama Islam yang harus
dipenuhi, seperti tata krama jopuik manjopuik, pinang meminang, batuka tando,
akad nikah, baralek gadang, jalang manjalang, dan sebagainya.
Tata
krama dan upacara adat perkawinan ini jangan diremehkan. Semua orang Minang
menganggap perkawinan itu sesuatu yang agung yang kini diyakini hanya sekali
seumur hidup. Pernikahan adat Padang memiliki prosesi yang khidmat dan sarat
makna.
Maresek
Maresek dalam pernikahan adat Padang merupakan penjajakan pertama sebagai
permulaan dari rangkaian tata-cara pelaksanaan pernikahan. Sesuai dengan sistem
kekerabatan di Minangkabau yaitu matrilineal, pihak keluarga wanita mendatangi
pihak keluarga pria. Lazimnya, pihak keluarga yang datang akan membawa buah
tangan berupa kue atau buah-buahan.
Pada
awalnya, beberapa wanita yang berpengalaman diutus untuk mencari tahu apakah
pemuda yang dituju berminat untuk menikah dan cocok dengan si gadis. Prosesi
Maresek bisa berlangsung beberapa kali perundingan sampai tercapai sebuah
kesepakatan dari kedua belah pihak keluarga.
Maminang atau Batimbang Tando (Bertukar Tanda)
Dalam
pernikahan adat Padang, keluarga calon mempelai wanita mendatangi keluarga
calon mempelai pria untuk meminang. Apabila pinangan diterima, maka akan
berlanjut ke proses batimbang tando atau bertukar tanda sebagai simbol pengikat
perjanjian dan tidak dapat diputuskan secara sepihak.
Acara
ini biasanya melibatkan orang tua, ninik mamak, dan para sesepuh dari kedua
belah pihak. Rombongan keluarga calon mempelai wanita pun datang membawa sirih
pinang lengkap disusun dalam carano atau kampia (tas yang terbuat dari daun
pandan) yang disuguhkan untuk dicicipi keluarga pihak pria.
Makna
menyuguhkan sirih di awal pertemuan mengandung arti tertentu dan harapan.
Selain itu, keluarga calon mempelai wanita juga membawa antaran kue-kue dan
buah-buahan. Ketika ada kekurangan atau kejanggalan tidak akan menjadi
gunjingan, serta hal-hal yang manis dalam pertemuan akan melekat dan diingat
selamanya.
Kemudian
dilanjutkan dengan acara batimbang tando/batuka tando (bertukar tanda).
Benda-benda yang dipertukarkan biasanya benda-benda pusaka seperti keris, kain
adat, atau benda lain yang bernilai sejarah bagi keluarga. Selanjutnya pihak
keluarga akan berdiskusi soal tata cara penjemputan calon mempelai pria.
Mahanta Siriah atau Minta Izin
Pada
prosesi pernikahan adat Padang, calon mempelai pria mengabarkan dan mohon doa
restu tentang rencana pernikahan kepada mamak-mamak-nya, saudara-saudara
ayahnya, kakak-kakaknya yang telah berkeluarga dan para sesepuh yang dihormati.
Hal yang sama juga akan dilakukan calon mempelai wanita, diwakili oleh kerabat
wanita yang sudah berkeluarga dengan cara mengantar sirih.
Calon
mempelai pria membawa selapah yang berisi daun nipah dan tembakau (sekarang
digantikan dengan rokok). Sementara bagi keluarga calon mempelai wanita, untuk
ritual ini mereka akan menyertakan sirih lengkap.
Prosesi
ini ditujukan untuk memberitahukan dan mohon doa terkait rencana pernikahannya.
Biasanya keluarga yang didatangi pun akan memberikan bantuan untuk ikut memikul
beban dan biaya pernikahan sesuai kemampuan.
Babako-Babaki
Pihak
keluarga dari ayah calon mempelai wanita (disebut bako) ingin memperlihatkan
kasih sayangnya dengan ikut memikul biaya sesuai kemampuan. Acara Babako-Babaki
ini biasanya berlangsung beberapa hari sebelum acara akad nikah. Mereka datang
membawa berbagai macam hantaran.
Biasanya,
perlengkapan yang disertakan berupa sirih lengkap (sebagai kepala adat), nasi
kuning singgang ayam (makanan adat), barang-barang yang diperlukan calon mempelai
wanita (seperangkat busana, perhiasan emas, lauk-pauk baik yang sudah dimasak
maupun yang masih mentah, kue-kue, dan sebagainya).
Sesuai
tradisi dalam pernikahan adat Padang, calon mempelai wanita dijemput untuk
dibawa ke rumah keluarga ayahnya. Kemudian para tetua memberi nasihat. Keesokan
harinya, calon mempelai wanita diarak kembali ke rumahnya diiringi keluarga
pihak ayah dengan membawa berbagai macam barang bantuan yang telah diberikan.
Malam Bainai
Bainai
berarti melekatkan tumbukan halus daun pacar merah atau daun inai ke kuku-kuku
calon pengantin wanita. Proses malam Bainai lazimnya berlangsung pada malam
hari sebelum akad nikah. Tradisi ini bertujuan sebagai ungkapan kasih sayang
dan doa restu dari para sesepuh keluarga mempelai wanita.
Perlengkapan
lain yang digunakan antara lain, air yang berisi keharuman tujuh macam kembang,
daun inai tumbuk, payung kuning, kain jajakan kuning, kain simpai, dan kursi
untuk calon mempelai. Calon mempelai wanita pun berpakaian dengan baju tokah
dan bersunting rendah yang kemudian dibawa keluar dari kamar diapit kawan
sebayanya.
Pada
prosesi malam bainai ini juga terdapat acara mandi-mandi secara simbolik dengan
memercikkan air harum tujuh jenis kembang oleh para sesepuh dan kedua orang
tua. Selanjutnya, kuku-kuku calon mempelai wanita diberi inai.
Manjapuik Marapulai
Manjapuik
Marapulai adalah acara adat yang paling penting dalam seluruh rangkaian acara
perkawinan menurut adat Minangkabau.
Calon
pengantin pria akan dijemput dan dibawa ke rumah calon pengantin wanita untuk
melangsungkan akad nikah. Prosesi ini juga dibarengi pemberian gelar pusaka
kepada calon mempelai pria sebagai tanda sudah dewasa.
Umumnya,
pihak keluarga calon pengantin wanita harus membawa sirih lengkap dalam cerana
yang menandakan kehadiran mereka yang penuh tata krama (beradat), pakaian
pengantin pria lengkap, nasi kuning singgang ayam, lauk-pauk, kue-kue, serta
buah-buahan.
Untuk
daerah pesisir Sumatera Barat, biasanya juga menyertakan payung kuning, tombak,
pedang, serta uang jemputan atau uang hilang. Rombongan utusan dari keluarga
calon mempelai wanita pun menjemput calon mempelai pria sambil membawa
perlengkapan.
Setelah
prosesi sambah-mayambah dan mengutarakan maksud kedatangan, barang-barang
diserahkan. Calon pengantin pria beserta rombongan pun diarak menuju kediaman
calon mempelai wanita.
Penyambutan di Rumah Anak Daro
Tradisi
menyambut kedatangan calon mempelai pria di rumah calon mempelai wanita dalam
pernikahan adat Padang ini lazimnya merupakan momen meriah dan besar.
Diiringi
bunyi musik tradisional khas Minang yakni talempong dan gandang tabuk, serta
barisan Gelombang Adat timbal balik yang terdiri dari pemuda-pemuda berpakaian
silat, serta disambut para dara berpakaian adat yang menyuguhkan sirih.
Sirih
dalam carano adat lengkap, payung kuning keemasan, beras kuning, kain jajakan
putih merupakan perlengkapan yang biasanya digunakan.
Keluarga
mempelai wanita memayungi calon mempelai pria disambut dengan tari Gelombang
Adat Timbal Balik. Berikutnya, barisan dara menyambut rombongan dengan
persembahan sirih lengkap. Para sesepuh wanita juga akan menaburi calon
pengantin pria dengan beras kuning.
Sebelum
memasuki pintu rumah, kaki calon mempelai pria harus diperciki air sebagai
lambang mensucikan, lalu berjalan menapaki kain putih menuju ke tempat
berlangsungnya akad.
Tradisi Usai Akad Nikah
Kemudian,
ada lima acara adat Minang yang lazim dilaksanakan setelah akad nikah. Pertama,
mamulangkan tando. Setelah resmi sebagai suami istri, maka tanda yang diberikan
sebagai ikatan janji sewaktu lamaran dikembalikan kedua belah pihak. Kedua,
malewakan gala marapulai. Mengumumkan gelar untuk pengantin pria. Gelar ini
sebagai tanda kehormatan dan kedewasaan yang disandang mempelai pria. Biasanya
diumumkan langsung oleh ninik mamak kaumnya.
Ketiga
yakni balantuang kaniang atau mengadu kening. Pasangan mempelai dipimpin para
sesepuh wanita menyentuhkan untuk kening mereka satu sama lain.Kedua mempelai
didudukkan saling berhadapan dan wajah keduanya dipisahkan dengan sebuah kipas,
lalu kipas diturunkan secara perlahan. Setelah itu kening pengantin akan saling
bersentuhan.
keempat,
mangaruak nasi kuniang. Prosesi ini mengisyaratkan hubungan kerja sama antara
suami isri harus selalu saling menahan diri dan melengkapi. Prosesnya diawali
dengan kedua pengantin berebut mengambil daging ayam yang tersembunyi di dalam
nasi kuning.
Dan
kelima adalah bamain coki. Coki adalah permaian tradisional Ranah Minang, yaitu
semacam permainan catur yang dilakukan dua orang, papan permainan menyerupai
halma. Permainan ini bermakna agar kedua mempelai bisa saling meluluhkan
kekakuan dan egonya masing-masing agar tercipta kemesraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar