Tradisi pernikahan di Indonesia; Suku Gayo di Aceh Tengah dan Bener Meriah

 

ADAT perkawinan Suku Gayo di Aceh Tengah dan Bener Meriah punya keunikan dan cara tersendiri yang pelaksanaannya berbeda dengan daerah lainnya di Aceh. Bahkan di Suku Gayo sendiri terdapat perbedaan antara Gayo Linge di Isaq yang mendiami Gayo Lut (Aceh Tengah-Bener Meriah) dengan Gayo Deret di Gayo Lues, Aceh Tenggara, Lukup Serbejedi dan Kahlul di Aceh Timur.

Namun secara umum prosesi yang berlangsung tidak jauh berbeda, mulai dari istilah Risik Kono, di pesisir Timur Aceh dikenal dengan Cah Rhot (“Membuka Jalan”), atau Beguru yang di pesisir Barat dikenal Manoe Pucok atau “mendengar nasihat.”

 

Berikut prosesi adat yang berlangsung dalam perkawinan Suku Gayo:

RISIK KONO: Komunikasi yang dibangun orang tua pria kepada orang tua wanita tentang keinginan berbesan.

MUNGINTE: Pihak pria melamar atau meminang ke pihak perempuan.

TURUN CARAM: Mengantarkan emas kawin.

MUNOS BENTEN: Membuat tarub.

SEGENAP: Musyawarah antarahli famili atau dikenal dengan Pakat Sara Ine (Kesepakatan Saudara Seibu).

BEGENAP: Musyawarah antarfamili (tetangga) atau dikenal Pakat Sudere (Kesepakatan Saudara).

BEGURU: Mendengar nasihat.

MUNIRI: Mandi.

TONGKOH: Waktu istirahat.

JEGE UCE: Pesta sederhana menjelang waktu pernikahan yang dihadiri hanya oleh saudara dan kerabat dekat.

JEGE KUL: Pesta besar yang dihadiri para undangan.

BELULUT: Upacara khusus mandi di tempat masing-masing yang diantarkan oleh para sahabat.

BEKUNE: Bekune adalah mengerik (jawa) dilakukan pada malam hari. Yang mengerik dilakukan oleh juru rias atau saudara dekat dari pihak ibu. Alat yang dipakai pisau silet lipat. Bagian yang dikerik dahi, pipi, dan tengkuk. Bulu kerikan kemudian ditampung dalm sebuah kobokan yang berisi air bersih dengan irisan jeruk purut yang akan ditanam dirumpun pisang. Maknanya supaya rambutnya menjadi lebat dan subur.

MUNALO: menggiring pengantin pria ke satu tempat yang sudah disepakti kedua pihak, dan kemudian diantar ke kediaman mempelai wanita yang juga sudah mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan seperti pengantin wanita yang sudah didandan dan menunggu di kamar pengantin, dan disiapkan juga alat tepung tawar, sampai ke alat musik canang.

MAH BEI: Mengarak pengantin pria ke rumah pengantin wanita dari rumah singan (umah selangan).

SEMAH: Sembah.

LUAH PANTANG: Selesai Waktu Pantang.

MUJULE GULE: Mengantar ikan, ketentuan yang harus dilaksanakan pengantin pria (Aman Manyak) pada hari ketiga, yaitu mengantar atau membawa ikan ke rumah mertua.

MUJULE WIH: Mengantar air ini dilakukan pengantin wanita (Inen Manyak) ke rumah mertua, waktunya tiga hari setelah suami menginap di rumah inen manyak. Dalam prosesi ini Inen Manyak diantar oleh dua orang gadis dan dia sendiri menunggu di luar saat air diberikan.

MAH KERO: Mah Kero atau membawa nasi dan lauknya yang dilakukan oleh keluarga Aman Manyak ke rumah keluarga Inen Manyak.  Nasi yang dibawa dibungkus pakai daun pisang berbentuk bulat memanjang dikenal dengan nama Mah Tum sembilan bukgkus yang dibawa pakai “sentong“.

MENENES: Ini disebut juga dengan istilah “Munik Beru” yang dilaksanakan pada malam hari, karena di waktu siang saat orang-orang sibuk berkerja. Menenes ini juga sebagai wujud perpisahan Inen Manyak dengan orang tua dan saudaranya. Prosesi ini Inen Manyak meninggalkan segalanya, keperawanan, rumah tinggal, orang tua, dan sahabat-sahabatnya. Di sini sangat mengharukan.

MANGAN KERO KARIH: Setelah Menenes di kediaman Aman Manyak dilangsungkan acara makan bersama, dan disini Inen Manyak diwajibkan menghidangkan makanan ke seluruh tamu.

MAH KERO OPAT INGI: Acara ini berlangsung di rumah keluarga perempuan setelah Inen Manyak berada tujuh hari di rumah Aman Manyak. Ibu bapak dari Aman Manyak membawa nasi lengkap lauk ke rumah besan. Tujuannya untuk lebih dalam mengenal satu dengan lainnya.

 

Sumber: Buku Upacara Adat Pengantin Gayo (Teori), karya As Jafar, 1988.

Beragama dan Berbudaya

Bismillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar